Gerakan Samin: Oleh-oleh dari Blora dan Bojonegoro
Perampasan atas akses pada sumberdaya alam seperti hutan dan tanah, menjadi pemantik dari sebuah gerakan keagamaan untuk mengembalikan alam dan isinya menjadi milik manusia. Meskipun kerap disalah-tafsirkan karena dianggap bodoh dan lugu, toh Gerakan Samin patut menjadi renungan bagi kita di situasi masa kini yang barangkali situasinya masih mirip zaman dulu. Hari itu, 7 Februari 1889. Seorang pria kurus berusia sekitar 30 tahun, bernama Surasentika untuk pertama kali berbicara di depan pengikutnya di a r a - a r a (lapangan) di Bapangan, Blora. Dia tidak banyak berbicara. “Tanah ini milik kalian, karena sudah diwariskan Pandawa kepada raja-raja Jawa. Belanda tidak punya seujung kuku pun hak atas tanah di sini,” ucapnya ringkas. Samin Surasentika, duduk bersila di tengah (sumber: tidak diketahui) Meskipun pidatonya sangat pendek, apa yang diucapkan Surasentika adalah sebuah keyakinan bagi yang hadir. Mereka sami-sami amin (sama meyakini) apa yang disampaikan,