Banjir Dahsyat di Surakarta pada 24 Februari 1861
Plakat penanda banjir (warna putih) terletak di sebelah kanan gerbang. |
Terjemahan dari Bahasa Belanda: (posisi) tertinggi air pada 24 Februari 1861 |
Tinggi plakat dari lantai dasar gerbang adalah 2 meter lebih. |
Tampak proporsional dari Gerbang Benteng Vastenburg di Surakarta |
Tidak banyak orang mau mengenang
bencana. Sesuatu yang traumatis tentu tidak menyenangkan untuk diingat. Namun,
catatan akan bencana juga penting sebab membawa kebijakan dalam membaca alam.
Selain banjir besar yang pernah tercatat merendam Surakarta pada 13-14 Maret 1966, ternyata masih ada sebuah banjir lain yang
lebih dahsyat menenggelamkan kota ini. Bekas banjir ini direkam pada gerbang Benteng
Vastenburg.
Benteng Vastenburg adalah peninggalan Belanda yang terletak
di kawasan Gladak, Surakarta.
Benteng ini dibangun pada 1745 atas
perintah Gubernur Jenderal Baron von Imhoff dan merupakan bagian dari pengawasan
Belanda terhadap penguasa Surakarta. Itu sebab letaknya tak jauh dari Istana Sultan
Pakubuwana.
Pada gerbang dari benteng yang berbentuk bujur sangkar dengan seleka (bastion) ini, terdapat sebuah plakat yang
menjadi saksi banjir besar terdahulu tadi. Plakat ini menunjukkan tinggi banjir pada 24 Februari 1861. Jika
dicermati, tinggi plakat itu sekitar 2,0 meter lebih. Bukan main-main.
Air setinggi itu lebih tinggi
dari peristiwa banjir 13-14 Maret 1966 di mana genangannya menurut penuturan
saksi mata, di sekitar Gladak adalah setinggi dada orang dewasa (sekitar 1,5 meter). Jika debit puncak di Sungai Bengawan Solo pada saat itu 2.500 meter kubik
per-detik, dapat diduga debit banjir pada zaman Hindia Belanda itu jauh lebih besar.
Peristiwa banjir yang mencengangkan seperti ini bukan hal aneh dalam ilmu hidrologi (keairan). Ada probabilitas secara statistik bahwa hujan akan menjadi semakin besar, namun tentu saja peluangnya tidaklah besar. Sesekali dalam beberapa tahun. Ini disebut hujan dengan kala ulang (return period).
- Raymond Valiant Ruritan (2014)
Komentar
Posting Komentar