Gunung Budheg: Penjaga Kabupaten Tulungagung


Manusia membangun pemukiman dengan memperhatikan berbagai aspek geografi di sekelilingnya sejak zaman purba. Nenek moyang kita menempati gua-gua yang strategis letaknya, membangun desa di tepian air, dekat lahan yang subur, atau di atas perbukitan untuk melindungi diri dari ancaman musuh.

Pemahaman ini juga terbawa tatkala manusia membangun pusat-pusat pemerintahan: manusia di Jawa misalnya, acapkali membangun pemukiman dengan pemahaman yang melampaui kodrati. Gunung dan laut, menjadi titik-titik geografi yang dihubungkan secara strategis untuk memantapkan keseimbangan kosmis. 


Demikian pula di Tulungagung, sebuah kabupaten di sisi Selatan Provinsi Jawa Timur.

Hampir delapan kilometer di selatan ibukota Tulungagung terdapat Gunung Budheg –sebuah bukit batu dengan puncak sekitar 530 meter di atas permukaan laut. Entah sengaja atau tidak, titik pusat ibukota Tulungagung yang ditandai alun-alun berada segaris lurus dengan puncak Gunung Budheg ini.

Gunung Budheg adalah sebuah bukit dari batuan tuff dan breksi yang mengalami perlipatan alami, serta merupakan bagian Formasi Mandalika. Formasi ini salahsatu keunikan geologi Tulungagung karena terbentuk oleh aktifitas vulkanis purba. 

Sebelah utara dari Formasi Mandalika terdapat dataran alluvium luas yang merupakan sebuah kawasan subur, sementara di selatan terdapat Formasi Campurdarat yang terdiri atas perbukitan batuan kapur dengan campuran batuan metamorfik marmer dan onyx.Selain keunikan aspek geologi, terdapat terdapat dua peninggalan kekunoan di sekitar Gunung Budheg ini yakni Candi Gayatri (dibangun 1367 M) di sisi timur, dan Candi Sanggrahan (1350 M) di Barat. 

Kedua candi dari Masa Majapahit ini apabila dihubungkan dengan puncak Gunung Budheg, letaknya akan membentuk segi tiga sama sisi. Candi Gayatri yang bercorak Hindu-Siwa, dan Sanggrahan yang bercorak Buddha, berada jarak yang sama dengan Gunung Budheg. 

Apabila dihubungkan keyakinan Gunung Budheg sebagai pusat spiritual alam, akan tampak sebuah keseimbangan kosmologis, yakni triangulasi kosmik dalam bentuk segitiga sama sisi, di mana di titik beratnya ada sebuah garis imajiner lurus ke pusat pemerintahan Kabupaten Tulungagung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Solo Valleiwerken: Mega Proyek Zaman Hindia Belanda

Arca Ganesha di Karangkates: Pertarungan Kebijakan Pengetahuan dan Keliaran Manusia

Antonio Mario Blanco dan Ni Ronji