Kakek Saya


Almarhum Jonathan Tomasowa (lahir di Ouw, Saparua, 15 April 1908). Sebagai anak tertua dari lima bersaudara, dia sudah ditempa kehidupan yang keras. Ayahnya, Augustinus Tomasowa, meninggal saat adiknya yang terkecil belum dapat berjalan. Ibunya, Herlen Leiwakabessy, membesarkan anak-anaknya seorang diri. Ibunya bekerja membuat peralatan rumah tangga dari gerabah (tanah liat).

Dari ke empat orang adiknya, salah seorang (juga) bernama Augustinus Tomasowa (Opa Agus), lalu Daniel Tomasowa (Opa Daan), Petrosina Tomasowa (Oma Peto), Elizabeth Tomasowa (Oma Betsy) dan Selina Tomasowa (Oma Selina). Setelah adiknya (Opa Agus) meninggal, sekitar tahun 1950, dia menambahkan "Augustinus" pada namanya. 

Pada usia 10 tahun dia dibawa oleh kakak tertua dari ibunya, Willem Leiwakabessy (Opa Bing) ke Jawa, bersama 3 orang sepupu lain (Frans, Petrus dan Adolf Leiwakabessy). Mereka tinggal di Krembangan, Surabaya. Opa Bing saat itu bekerja di rumah gadai.


Sejak usia muda dia sudah bekerja untuk mendukung kehidupan keluarga, antara lain sebagai penjual air. Sambil bekerja, dia bersekolah di Sekolah Teknik (Ambacht-school) di Sawahan, Surabaya. Selulusnya dari sekolah tersebut, dia menjadi juru gambar di PG Soemobito, sekitar tahun 1928. Berkat dukungan seorang pegawai PG Soemobito yang juga berasal dari Maluku, J.A Patty, dia dapat diangkat menjadi pegawai tetap. 

Pada 13 Maret 1937, dia menikah dengan Josephine Saptenno, seorang (magang) guru taman kanak-kanak di Surabaya. Dari pernikahan ini mereka memperoleh tujuh orang anak, di mana enam di antaranya bertumbuh sampai dewasa. Mereka adalah: Ronalda Augusta Tomasowa, Ronald Frederick Tomasowa, Joyce Nelly Tomasowa, Jocelyn Arthur Tomasowa, Francien Herlen Tomasowa dan Jonathan Daniel Tomasowa.


Pada tahun 1940, J.A. Patty diangkat menjadi Kepala Tanaman (tuin opzichter) di PG Sedati, yang merupakan afiliasi dari kelompok industri gula di bawah Firma Tiedeman en van Kerchem. Dia pun diajak pindah ke PG Kremboong – yang merupakan salah satu PG di bawah firma tersebut.


Semasa Perang Dunia ke II, dia tetap bekerja di PG Kremboong. Saat itu PG tersebut diambil alih Pemerintah Pendudukan Jepang. Setelah Proklamasi, justeru ditahan oleh Tentara Republik Indonesia selama tiga bulan dan ditempatkan di Rumah Tahanan Jombang.


Setelah dilepaskan, ia menjemput keluarganya yang diinternir di PG Kremboong dan terpaksa membawa keluarga mengungsi masuk ke daerah Republik Indonesia karena muncul Agresi Militer Pertama dari Tentara Kerajaan Belanda (1946). Mereka pun mengungsi ke PG Kebonagung di mana J.A. Patty menjadi salah seorang pejabatnya.


Selama hampir setengah tahun ia bersama keluarga tinggal di PG Kebonagung. Setelah situasi kembali aman, ia membawa keluarga kembali ke Sidoarjo. Oleh beberapa pabrik gula telah kembali beroperasi setelah sempat terganggu oleh Agresi Militer Belanda, dia diterima bekerja di PG Tjoekir.

Namun dengan meningkatnya gangguan keamanan akibat perang gerilya, terpaksa keluarganya diungsikan ke Jombang. Isterinya sakit-sakitan setelah melahirkan anak ke empat, Jocelyn Arthur Tomasowa dan harus diistirahatkan di tempat Opa Bing yang sudah menikah kembali dengan seorang perempuan Jawa bernama Marni.


Pada akhir tahun 1948, PG Kremboong kembali dibuka dan ia pun pindah bekerja di pabrik tersebut. Untuk itu keluarga dari Jombang kembali dibawa pindah ke Kremboong dengan berjalan kaki, lewat Mojokerto. Perjalanan ini dikenang sebagai peristiwa penuh ketegangan karena terjadi di tengah-tengah peperangan.


Sesampainya di PG Kremboong, ia bekerja untuk menghidupkan kembali pabrik yang telah rusak dan dijarah. Saat itu, administrasi dari pabrik masih dikuasai pemodal Belanda.

Pada tahun 1952, Firma Tiedeman en van Kerchem dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia dan pabrik gula milik kongsi ini diserahkan pada sebuah perusahaan negara yang menangani usaha pembuatan gula.


Selanjutnya, dia sempat pindah ke PG Toelangan sebelum kembali ke PG Kremboong. Pada 1958, memperoleh promosi dan dipindahkan PG Gempolkerep – yang merupakan pabrik gula terbesar saat itu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. 


Tahun 1963, dia pindah ke PG Krian sebagai Kepala Bagian Tanaman. Selama 3 tahun di pabrik gula tersebut, setelah peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S) tahun 1966, dia pindahkan ke PG Kebonagung. Setelah bertugas selama 2 tahun, secara tiba-tiba dia dipurnatugaskan pada 1968 – sesaat sebelum akan diberikan perpanjangan masa pensiun.


Ia beserta keluarga terpaksa pindah ke Malang, mengontrak rumah di Jalan Lowokwaru Gang 6. Sempat bekerja serabutan untuk menambah pendapatan, sebelum akhirnya ia  meninggal 26 Oktober 1975 akibat kanker paru di rumah putranya, Ronald Frederick Tomasowa yang saat itu bekerja di PG Djombang Baru. 

Sebagaimana pernah didambanya, ia pun dimakamkan di Parimono, Jombang, tepat pada jantung dari industri gula di masa lalu, yang menjadi tempat di mana ia sekian lama pernah mengabdikan diri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arca Ganesha di Karangkates: Pertarungan Kebijakan Pengetahuan dan Keliaran Manusia

Solo Valleiwerken: Mega Proyek Zaman Hindia Belanda

Antonio Mario Blanco dan Ni Ronji