Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Cucu Terkecil Raja Myanmar Terakhir

Gambar
Untuk pertama kalinya setelah 76 tahun, cucu terkecil Thibaw, raja terakhir Myanmar, tampil depan umum di Yangoon. Putri Hteik Su Phaya Gyi (92 tahun) berbicara di depan Rotary Club akhir Maret 2016 silam.  Beliau mengulangi peristiwa serupa ketika berusia 16 tahun. Saat itu Inggris menjajah negeri tersebut dan usai menyampaikan pidato yang mengeluhkan korban jiwa dalam sebuah demonstrasi di ibukota Myanmar, beliau dipaksa kembali ke "tahanan rumah." Monarki Myanmar memang ta k banyak diketahui umum karena sekian lama disembunyikan dalam "kesunyian." Raja Thibaw dan keluarganya diasingkan ke India setelah armada Inggris menyerbu Mandalay pada 1885.  Pada 1919, tiga tahun setelah Thibaw meninggal, keluarganya diizinkan kembali ke Yangoon. Mereka tinggal di negeri itu namun tak boleh tampil di umum dan dibatasi perannya, semacam dikenai "tahanan rumah." Putri dengan keanggunan yang tergurat di wajahnya ini memang tak hadir dalam kemeriahan yang m

Bakso Khas Malang: Kudapan Resmi Republik

Banyak kudapan ringan yang dikenal di Indonesia. Namun, siapa warganegara Republik Indonesia yang belum pernah mendengar bakso? Bahkan, bakso akan menjadi salah satu suguhan bagi Presiden Amerika Serikat, Barack Obama jika beliau jadi bertandang ke Indonesia tahun 2010. Kendati isinya nyaris sama, daging bercampur tepung yang dibentuk bulat dan disiram kuah kaldu, bakso memiliki banyak variasi. Bakso versi Solo terdiri dari bola daging dibubuhi irisan sayur dan bihun. Sedangkan bakso khas Yogyakarta hanya terdiri dari irisan tipis tahu dan bakso goreng yang disajikan bersama mi dan bihun berkuah. Sebaliknya, irisan tahu dan bakso goreng ini tak ada di sajian bakso khas Wonogiri. Sedangkan bakso khas Sunda malah mencampurkan tauge dalam kuahnya. Di antara sedemikian banyak variasi, Kota Malang juga punya sajian khas bakso. Tidak ada yang dapat mengatakan sejak kapan bakso identik dengan kudapan khas Kota Malang. Selain ditambah variasi cacahan daging yang dibulatkan – disebut pe

Pecok: Perkawinan Bahasa Belanda dan Bahasa Indonesia

Bahasa Pecok  (juga dieja sebagai  Petjoh ) adalah sejenis bahasa campuran ( creole ) yang banyak digunakan oleh kalangan Eropa dan campuran Eropa-Indonesia pada zaman Hindia Belanda abad ke 19 sampai pertengahan abad ke 20. Bahasa Pecok sebenarnya merupakan campuran dari berbagai kosa kata Belanda yang mendapat pengaruh kuat dari bahasa Melayu dan Jawa. Penuturnya kebanyakan tinggal di Jawa pada masa lampau. Di Indonesia, zaman sekarang bahasa ini praktis sudah tidak dituturkan lagi.  Namun kadang-kadang masih ada yang mencoba menirukannya, khususnya pada drama-drama mengenang revolusi kemerdekaan – biasanya sebagai bahasa yang diucapkan para serdadu Belanda. “Hai jongos, lekas kassie aijer ke sini …” (Hai pelayan, cepat ambilkan air) atau “Kalo kowe tak bicara, geen ampoen meer …” (Kalau kamu tidak mengaku, tiada ampun lagi), atau “Je lach je kripoet …” (Kamu akan tertawa ‘sampai keriput’). Di luar itu, bahasa Belanda dapat dirasakan dalam berbagai kata serapan yang kem

Tidak Bicara Kejelekan, Tidak Dengar Keburukan, Tidak Melihat Kejahatan

Gambar
Tidak bicara kejelekan, tidak dengar keburukan, tidak melihat kejahatan. Peribahasa ini pertama kali digambarkan pada ukiran abad ke 17 Masehi di atas gerbang Kuil Tōshō-gū di Nikkō, Jepang.  Ukiran ini dikerjakan Hidaro Jingoro, dan dipercaya adalah bagian dari ajaran Konfusius tentang perilaku hidup baik, yang menggunakan monyet sebagai perumpamaan terdekat manusia.  Digambarkan, seekor monyet menutup mulutnya, seekor lain menutup kedua mata dan seekor lagi kedua telinganya. Foto ini dibuat pada awal abad ke 20 dengan tiga geisha memperagakan monyet dari ukiran Jinggoro. Sebuah ironi memang, namun pesannya tersampaikan.

Arie Smit: Sang Kakek Pelukis

Gambar
Rabu, 23 Maret 2016, Indonesia kehilangan salah seorang perupa terkenalnya. Adrianus Wilhelmus Smit, atau yang lazim dipanggil Arie Smit. Kakek yang lahir di Belanda, 15 April 1916 telah menjadi warga negara Indonesia sejak 1951.
 Karyanya sangat dikenal di pasaran lukisan duna.  Smit adalah perupa yang memberi warna pada perkembangan seni lukis modern di Bali. Lukisannya penuh warna: pura, sawah dan suasana upacara digambarkannya cerah ceria. Para kurator menyebut kakek ini bergaya Fauvisme, mengikuti aliran yang populer di Perancis sekitar tahun 1930-an. Lukisan "Pura di Taman" ini adalah salahsatu karya utama ( master piece ) Smit yang dilukis 1986.  Pendidikan melukis diperoleh Smit di Rotterdam. Dia masuk tentara pada 1938 dan dikirim ke Hindia Belanda sebagai penggambar peta. Pada 1942 dia ditempatkan di Malang dan semasa penjajahan Jepang menjadi pekerja paksa di Myanmar (Burma) membangun jalur kereta api "maut" yang makan ribuan jiwa. Setelah Per

Sibuk Belum Tentu Membawa Keberhasilan

Sibuk. Kata ini sering menjadi kebanggaan. Menjadi manusia (super) sibuk seolah-olah mengangkat status. Jika tidak sibuk, orang bisa khawatir dirinya dianggap tidak bekerja dengan baik. Kenyataannya, “sibuk” itu justru menurunkan produktifitas. Kondisi (super) sibuk bisa digambarkan telepon yang terus berdering, surat elektronik bertubi-tubi, jadual padat, perjalanan dinas terus menerus dan lain sebagainya. Situasi ini mengharuskan seseorang melakukan multitasking . Peneliti neurosains, David Meyer dari Michigan, Amerika Serikat, memublikasikan penelitiannya yang menunjukkan, “Orang yang melakukan multitasking memperlambat kinerja dan meningkatkan kemungkinan kesalahan.” Melakukan beberapa hal sekaligus mempengaruhi kemampuan memutuskan sesuatu oleh karena otak kita dirancang memroses sesuatu secara terbatas dan fokus. Microsoft Inc. meneliti fenomena multitasking pada karyawannya. Mereka menemukan, rerata karyawan memerlukan 15 menit untuk kembali mengerjakan tugas