Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Didik Mangkuprodjo, Tarzan sampai Kwartet S: Hadiah dari Malang untuk Indonesia

Gambar
Humor adalah sebuah sumber energi. Melalui humor, manusia dapat tertawa, melepas ketegangan dan meringankan beban jiwa. Maka, tertawa sebenarnya adalah unsur yang sangat manusiawi. Penelitian antropogenik menunjukkan primata semacam kera dan monyet bisa mengekspresikan rasa senang, tetapi mereka tidak bisa tertawa. Oleh karena itu, bekerja sebagai pelawak, yang tugas utamanya membuat orang tertawa, adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai bagian dari Republik Indonesia, ternyata Malang juga menyumbangkan banyak pelawak untuk menghibur dan mengusir kemuraman hidup dari rakyat negeri ini. Sebutlah beberapa nama penting, seperti Didik Mangkuprodjo (1938-2019), Tarzan alias Toto Muryadi (1946), Nurbuat (1949-2016), Eko DJ alias Eko Koeswoyo (1952-2017), Topan alias Muhammad Sugianto (1956), Leysus alias Sugeng Winarso (1959-2006) dan tak ketinggalan grup lawak terkenal Kwartet S. Kwartet S didirikan oleh Djatikusumo (kelahiran 1945) mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, yang

Dari Micky Jaguar sampai Sylvia Saartje

Gambar
Pemusik dari Malang pernah mewarnai jagad hiburan Indonesia dengan talenta mereka yang diasah di berbagai pentas. Sumbangsih kota di dataran tinggi ini cukup berarti untuk musik nasional. Pada tahun 1970 hingga awal 1990-an, Malang pernah disebut sebagai barometer musik Indonesia. Penonton musik kota ini, diakui oleh berbagai grup musik memiliki antusiasme dan sikap kritis. Konon, jika sebuah grup musik berhasil tampil prima dan diterima pentasnya di kota dingin ini, maka kualitas penampilan mereka pasti dapat diterima masyarakat Indonesia. Sebaliknya bila tidak, jangan harap grup itu bertahan. Meskipun pernyataan itu tampak berlebihan, tapi Malang  —s ebagaimana halnya Jawa Timur —  memang wilayah dalam khazanah kesenian yang sangat dinamis.  Beberapa pemusik terkenal bangkit dari kota ini. Mereka pada zamannya mengangkat Malang ke peta musik Nusantara. Jauh sebelum teknologi terbeli, naluri untuk merangkai nada dan membesutnya sampai ke puncak, membuat mereka dikenal sebagai par

Kebudayaan dan Pengembangan Sumber Daya Air

Gambar
Pengelolaan air selalu menjadi aspek integral dari pembentukan kebudayaan. Saya mengutip pemikiran Terje Tvedt (2010) yang menyebut adanya tiga lapisan pengetahuan ketika kita membahas air sebagai suatu sistem dalam kehidupan manusia. Lapisan pertama: air dalam wujud ragawi, di mana perilakunya berhubungan dengan kehidupan manusia. Dalam hal ini kita berhubungan dengan bentuk alamiah dari air (hujan, penguapan, debit limpasan dan lain sebagainya). Ilmu hidrologi dan hidrolika yang mempelajari daur air di alam beserta proses pengalirannya berada pada lapisan pengetahuan ini. Dalam batasan ini air menentukan manfaat dan dampak terhadap peradaban. Lapisan kedua: adalah perubahan, intervensi atau tindakan yang dilakukan manusia terhadap air di alam. Baik itu pembangunan bendungan, saluran irigasi, embung atau apapun yang dapat mengatur/mengubah kondisi alamiah dari air.  Melalui intervensi semacam ini, manusia membuat pilihan-pilihan ekonomi dan politik. Salah satu contoh terbesar di

Rumpun Bahasa Austronesia Sepanjang Khatulistiwa

Gambar
Bahasa daerah di sepanjang garis khatulistiwa di Asia bersumber dari persebaran orang Austronesia, moyang dari penduduk  masa kini   di benua maritim ini. Bahasa daerah di Indonesia berakar dari rumpun Bahasa Austronesia yang masuk dan menyebar di negeri ini 8.000 sampai 6.000 tahun silam seiring dengan migrasi ras ini dari arah utara (Taiwan) memasuki kepulauan di sekeliling khatulistiwa. Rumpun bahasa ini lalu mengalami adaptasi sesuai tempat berkembangnya, dan persamaan kata-kata berbagai bahasa daerah yang membentang dari Madagaskar, Indonesia hingga Polinesia, dapat menjadi contohnya. Hal ini tampak pada Bahasa Batak termasuk lima variannya (Karo, Angkola, Toba, Pakpak dan Dairi). Rumah makan Tambar Lihe, yang dalam Bahasa Batak Karo berarti “obat lapar” memiliki padanan dalam bahasa lain yang juga serumpun dari Austronesia. Kata “obat” atau tambar (Karo) = tamba (Jawa, Sunda) atau ubek (Minang); dan “lapar” atau lihe (Karo) = luwe (Jawa), lapar (Sunda), atau litek (Mi

Kesengsem Lasem: Catatan Sejarah Sebuah Kota Kecil

Gambar
Saya berkesimpulan, jika belum ke Lasem —sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah— kita belum lengkap mengenal keragaman b udaya Indonesia. Mulai Sunan Bonang hingga Tan Ke Wie, dari perdagangan candu hingga penjualan kayu jati ( Tectona grandii ), mulai wastra semacam batik ( leran ) hingga kuliner hibrida seperti lontong tuyuhan , maka Lasem adalah gambaran keindonesiaan yang penuh asimilasi. Entah kenapa, ungkapan «kesengsem Lasem» atau «terkesima dengan Lasem» cukuplah tepat.  Lasem adalah bagian Rembang, yang secara geografis merupakan kawasan memanjang di pantai utara Pulau Jawa. Rembang sendiri merupakan endapan alluvial dari berbagai lapukan hasil letusan gunung berapi di tengah-tengah Pulau Jawa. Sepanjang garis pantai ini kita menemukan jejak peradaban sejak masa purba, klasik, kolonial hingga masa kini. Artefak orang Austronesia dari masa prasejarah ada di Lasem, dan dari cara penguburan serta tradisi memangkur gigi-geligi, diduga usia peradabannya sek

Kopi di Tengah Pasar Glodok Jakarta

Gambar
Sejak tahun 1970-an warung ini menempati lapak di tengah pasar yang menjadi nadi Perdagangan kaum Tionghwa di Jakarta. Kopi yang dibesut keluarga Liong di Warung Tak Kie ini diramu (dan populer) sejak pertengahan 1970-an, meskipun kedai ini sudah dibuka sejak 1927. Lokasinya di tengah-tengah pecinan di Jakarta Utara. Pecinan adalah kawasan yang ditetapkan Pemerintah Hindia Belanda sesuai wijkstelsel (1843) yang memisahkan pemukiman berdasarkan ras. Sajiannya hanya dua jenis: kopi biasa (hitam) dan kopi dengan susu (kental manis). Sajian kopi andalan di Tak Kie adalah memakai es. Untuk rasa: b oleh dibilang enak. Konon, resep kopi ini racikan Ayauw, cucu dari Liong Kwie Tjong —dari perantau Tiongkok yang membuka Tak Kie. Awalnya kedai ini hanyalah sebuah warung di kawasan petak sembilan (sebuah blok dalam Pecinan). Adalah anak dari Liong Kwie Tjong yang memindahkan kedainya ke Gang Gloria saat ini.  Sebagai warung, boleh jadi perdagangan minuman penyegar di Tak Kie dipicu juga