Ximen Bao Menghapus Pesta Dewa Sungai

Ximen Bao, atau yang dikenal sebagai Hakim Bao dalam film mini seri tahun 2000-an silam di televisi Indonesia, adalah seorang pejabat nyata dari Negara Bagian Wei di Tiongkok Utara, sekarang disebut Provinsi Henan. Ia hidup sekitar abad ke 5 sebelum Masehi.

Ia sebenarnya bukan hakim, namun pejabat tinggi negara yang berlatarbelakang teknik. Salahsatu karyanya yang terkenal adalah saluran yang mengalihkan aliran Sungai Zhang sehingga alirannya dapat dimanfaatkan.

Sebagai pejabat politik, kebijakan Ximen Bao (西门) terkenal dan ketegasannya menentang ketidakadilan menjadi buah cerita pada berbagai zaman.
Salahsatu kisah Hakim Bao adalah ketika ia melawan tahayul dan koalisi antara pejabat dengan para penyihir yang gemar menakuti rakyat.
Setelah diangkat Kaisar, Hakim Bao datang ke Negara Bagian Wei (juga dibaca Ye, 鄴城) dan mengadakan rapat dengan pejabat setempat. Mereka memberitahu, ada kegiatan rutin bernama pernikahan Dewa Sungai, yang menjadi sumber kesusahan mereka.
Negara Bagian Wei sering terkena banjir akibat luapan Sungai Zhang. Menurut para penyihir, ini akibat murka Dewa Sungai. Jika seorang gadis dipersembahkan saban tahun, dewa tidak akan marah dan banjir akan diluputkan dari negara itu.
Setiap tahun sekelompok penyihir berkeliling negara itu dan mencari gadis tercantik untuk dipersembahkan ke Dewa Sungai. Setiap tahun pula, pejabat setempat akan berkeliling negara mengumpulkan uang untuk pesta tadi.
Pesta ini sumber kesengsaraan, sebab pejabat setempat memeras keluarga yang punya gadis agar membayar banyak uang supaya anak mereka selamat. Sementara penyihir menimbulkan kecemasan karena menyatroni rumah mencari gadis cantik untuk dikorbankan.
Bertahun-tahun lamanya kegiatan pernikahan Dewa Sungai ini menimbulkan kesusahan. Tidak ada yang pernah berani bertanya, apakah Dewa Sungai benar-benar ada.
Hakim Bao memutuskan untuk menghentikan ini semua. Pada hari pesta dimaksud, dia datang ke tempat acara yang sudah dipenuhi para penyihir, pejabat setempat dan disaksikan rakyat banyak yang sedih serta cemas.
Calon pengantin, seorang gadis berparas cantik yang menangis terus menerus, dibawa ke hadapan Hakim Bao. "Menurutku, dia tidak cukup cantik untuk dipersembahkan ke Dewa Sungai," kata Bao.
"Tolong beritahu ke Dewa Sungai, pesta pernikahan ditunda. Besok saja kalau sudah ada yang lebih cantik kita teruskan," lanjutnya. Kelompok penyihir yang memimpin pesta ini berdesis tidak puas. Hakim Bao memanggil pengawal kepercayaannya, lalu bertanya: "Siapa yang biasa bercakap dengan Dewa Sungai pada pesta semacam ini?"
Pengawal menunjuk ke seorang penyihir berambut putih yang sudah tua. Hakim Bao lalu memberi isyarat pada pengawalnya, dan seketika perempuan renta itu didorong masuk Sungai Zhang.
Para hadirin terkejut. Perempuan itu tenggelam tanpa sempat bercakap.
Setelah beberapa saat dia pun tidak tampak di permukaan air sungai, Hakim Bao berkata, "Wah, penyihir tua ini perlu waktu untuk melapor ke Dewa Sungai. Kita kirim penyihir lain saja, yang lebih cakap dan muda!"
Pengawal-pengawal Hakim Bao melempar kembali beberapa penyihir lebih muda yang berteriak-teriak ketakutan serta marah. Namun, mereka mengabaikan teriakan penyihir tersebut. Beberapa di antaranya mencoba berenang namun akhirnya juga tenggelam. 
Setelah menunggu beberapa saat, Hakim Bao menengok ke arah kerumunan penonton, "Rupanya mereka juga belum bisa melapor kembali. Mungkin Dewa Sungai masih bepergian ..."
Mendengar kata-kata ini, pengawal Hakim Bao memegang salah satu pejabat setempat yang bekerjasama dengan para penyihir itu dan melemparkan dia ke sungai. Pejabat itu berteriak-teriak, namun dia akhirnya tenggelam pula.
Setelah menunggu beberapa, Bao berdiri di tepi sungai dengan wajah sedih, "Tidak seorang pun kembali setelah melapor ke Dewa Sungai. Padahal mereka adalah orang-orang yang katanya akrab dan konon melayani Dewa Sungai ..."
Mendengar kata-kata ini, semua pejabat dan penyihir berlutut memohon ampun. Beberapa di antara mereka bahkan membentur-benturkan jidatnya ke tanah meminta ampun.
Dalam sejarah tercatat, Negara Bagian Wei sejak saat itu menghentikan kebiasaan mengorbankan manusia. Hakim Bao juga terkenal karena berhasil mengajak rakyat negara itu membangun dua belas saluran besar pengelak banjir.
Dia kerap dikecam karena membangun saluran itu dengan kerja keras dan dianggap pemaksaan. Namun, hasil akhirnya banjir Sungai Zhang terkendali. Negara bagian itu pun jadi makmur. Para pejabat setempat yang hidup dari menakuti orang lain pun sirna. Para penyihir yang gentayangan atas nama dewa pun lenyap.
Barangkali, di zaman kini pun, masih ada "tahayul" dan "penyihir" yang berkelebatan. Perubahan dimulai dari kejujuran, membebaskan diri dari "tahayul" yang dibawa para "penyihir."

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arca Ganesha di Karangkates: Pertarungan Kebijakan Pengetahuan dan Keliaran Manusia

Solo Valleiwerken: Mega Proyek Zaman Hindia Belanda

Antonio Mario Blanco dan Ni Ronji