Postingan

Situs Batu Tangga: Sisa-sisa Punden Berundak

Gambar
Kurang lebih satu jam perjalanan darat dari Bondowoso, terdapat sebuah situs megalitik yang (barangkali) tak banyak dikenal bernama Batu Tangga. Situs ini terletak di Dusun Binong Desa Plalaran Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo. Para pendaki gunung lazim melewatinya, karena jalan di depan situs ini adalah salah satu rute pendakian ke Gunung Argopuro. Letak situs ini sekitar 7 km di bawah pos Hyang Timur Baderan yang dioperasikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang menjadi titik awal pendakian. Tidak banyak yang diketahui mengenai situs ini. Menilik letaknya sejalan dengan jalur pendakian ke Gunung Argopuro dan keberadaan situs lain yang lebih besar dan penting bernama Rengganis di dekat puncak gunung tersebut, maka patut diduga Batu Tangga ini merupakan bagian dari suatu sistem pemujaan yang dianut nenek moyang. Kunjungan Junghuhn pada tahun 1844, Zollinger (1846) dan Verbeek (1891) ke Gunung Argopuro dan Hyang memberi informasi peninggalan di Rengganis yang memilik

Percakapan dengan Batu dari Masa Lalu

Gambar
Jawa Timur adalah salah satu dari empat lokasi di Indonesia yang menyimpan kekayaan arkeologis berwujud aneka konfigurasi batu, bersama-sama Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Sulawesi Tengah. Peninggalan ini diwariskan nenek-moyang kita, ketika mereka bergerak menetap di khatulistiwa melalui proses migrasi yang panjang, dimulai hampir satu setengah milinea sebelum Masehi hingga beberapa abad setelah penanggalan Masehi dimulai. Situs megalitik di Jawa Timur tersebar secara relatif memusat di sekitar Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Peninggalan itu berwujud batu penutup kubur ( dolmen ), batu tegak ( menhir ) dan kubur batu ( sarcophagus ) tersebar di puluhan titik yang secara topografis dapat dihubungkan menjadi garis kontur penanda bahwa komunitas-komunitas penyusun batu ini mengikuti suatu pola perburuan dan perladangan tertentu sesuai ekosistem setempat. Sejumlah peneliti menggunakan pendekatan dari Stein-Callenfels (1934) dan Heine-Geldern (1945) menempatkan peninggalan-peninggal

Kiai Abisai Ditotruno

Gambar
Kang dumunung ana ing Sastroné Allah kang asipat gesang, yaiku kang ngasto uripku lan uripmu sarta uripé wong sajagad kabeh, kang ora arah ora enggon, kang ora dunung, iya ora dumunung, kang adoh tanpa wangenan, kang cèdhak tanpa sesenggolan, kèsepak ora kèsandung, ora rumangsani, sakjabané rerasan lan sakjroné rerasan.  [Dalam Firman Allah terdapat keselamatan, untuk hidupku dan hidupmu serta hidup semua orang, yang tanpa arah tanpa tempat, yang tidak tahu, tidak akan tahu, jauh namun tidak dirindukan, dekat namun tidak bersentuhan, tertendang namun bukan sandungan, tidak diketahui, baik di dalam maupun di luar perasaan.]  Sore itu, suatu hari Minggu di bulan September 2022, kalimat-kalimat dari ajaran bernama “toya wening” (air bening) seakan terngiang kembali. Saat itu saya berada di Mojowarno, sebuah kecamatan di Kabupaten Jombang yang sejak pertengahan abad ke 19 Masehi telah memiliki beberapa desa dengan populasi orang Jawa beragama Kristen.  Tepat, di sebuah ujung jalan kampung

Batu Penanda Paceklik di Sungai

Gambar
Seiring perubahan cuaca di Eropa bagian barat pada tahun 2022 ini, beberapa sungai surut alirannya dan kekeringan mulai melanda. Akibatnya beberapa “batu paceklik” terlihat di sejumlah sungai di Cekoslovakia dan Jerman. Batu-batu alami di sungai ini ditandai goresan (petroglif) yang menunjukkan muka air terendah pernah terjadi. Salah satunya di Sungai Elba di Decin, perbatasan Jerman-Cekoslovakia, berangka tahun 1661 menulis: “Weine, wenn du mich siehst” atau “menangislah jika kau melihatku.” Petroglif ini menyampaikan pesan suram agar generasi mendatang memahami penderitaan (kelaparan) akibat musim panas berkepanjangan tanpa hujan yang merusak pertanian. Beberapa batu mencatat kekeringan dari tahun 1746, 1790, 1841, 1868 dan 1921.

Makam Adam Smith "Bapak Kapitalisme"

Gambar
 “The property which every man has in his own labor is the original foundation of all other property, so it is the most sacred and inviolable.” Kalimat dari Adam Smith (1723–1790) filsuf dan pemikir politik terkemuka pada abad ke 18 Masehi, menghiasi sebuah batu andesit yang menjadi penutup makamnya di Edinburgh. Jika diterjemahkan, artinya: “Harta yang dimiliki setiap orang karena usahanya sendiri adalah dasar semua (bentuk) harta, sehingga inilah (hak) paling suci dan tidak dapat diganggu gugat.” Suatu pagi di bulan Juni, matahari musim panas terhalang awan dan di Canonball Kirkyard, sebuah pemakaman bersebelahan dengan kapel pemberian Raja James VII dari Inggris, saya menatap makam Adam Smith sebagai epilog dari perdagangan bebas, kolonialisme, kapitalisme, juga perubahan iklim. Hari itu, tak hanya cuaca yang mendung, Eropa dan Amerika Serikat juga dilanda krisis seiring meningkatnya inflasi dan kian asimetrisnya perdagangan produk antar negara.  Perang di Ukraina menurunkan ekspor

Prasasti dari Kayu Jati di Bendungan Serbaguna Wonogiri

Gambar
Sebuah pesan penuh inspirasi terpasang di ruang tamu kantor pengelola Bendungan Serbaguna Wonogiri di Jawa Tengah. Tulisan pada panil kayu jati ini berbunyi … Membangun bendungan serbaguna adalah suatu pekerjaan yang menyangkut kehidupan masyarakat yang luas. Pada phase pelaksanaan sebagian masyarakat merasa dirugikan dan baru setelah bendungan berfungsi masyarakat luas akan mengenyam nikmat manfaatnya. Maka kita wajib menjalankan tugas suci ini sebaik-baiknya serta sejujur-jujurnya dan mengusahakan penyelesaian secepat-cepatnya agar manfaatnya segera dapat kita rasakan bersama. Wonogiri, 10 Oktober 1977, tertanda Ir. Hartoto Pesan ini memiliki makna mendalam. Penulisnya pasti terlibat dalam pembangunan Bendungan Serbaguna Wonogiri, sebuah infrastruktur pengairan yang besar dibangun pada masa Orde Baru memimpin Indonesia. Bendungan ini direstui pembangunannya pada 1 Juli 1976 oleh Presiden RI Soeharto. Berselang setahun kemudian, pesan ini ditulis pada prasasti kayu ini menjadi peringa

Bawang Merah, Ternak Itik dan Irigasi Songgom

Gambar
Kabupaten Brebes di Jawa Tengah tak bisa dipisahkan dari beberapa produk andalannya: beras, bawang merah dan telur itik.  Dalam perjalanan dari Brebes menuju Tegal, bila melewati Ajibarang dan Songgom tak akan lepas pandangan kita dengan dataran subur dan dipenuhi lahan pertanian. Inilah tempat dari mana padi, bawang merah dan telur itik dihasilkan. Sejak awal abad ke 20, usaha tani di Brebes telah berkembang akibat adanya irigasi. Usai memanen padi, para petani memelihara itik yang memakan serasah organik di sawah. Itik-itik ini menikmati sisa-sisa organik tanaman padi.  Telur itik kemudian dipanen. Lebih lanjut, di sela-sela menanam padi, para petani mulai menanam bawang merah memanfaatkan ketersediaan irigasi sepanjang musim. Demikianlah Brebes bertiwikrama dalam urusan telur itik dan bawang merah. Ketika memasuki Brebes, mulai Kranggan sampai Pejagan, sepanjang jalan terdapat sebuah saluran irigasi besar yang menjadi sumber air bagi lahan pertanian. Sistem yang disebut irigasi Song