Situs Batu Tangga: Sisa-sisa Punden Berundak

Kurang lebih satu jam perjalanan darat dari Bondowoso, terdapat sebuah situs megalitik yang (barangkali) tak banyak dikenal bernama Batu Tangga. Situs ini terletak di Dusun Binong Desa Plalaran Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo.

Para pendaki gunung lazim melewatinya, karena jalan di depan situs ini adalah salah satu rute pendakian ke Gunung Argopuro. Letak situs ini sekitar 7 km di bawah pos Hyang Timur Baderan yang dioperasikan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang menjadi titik awal pendakian.

Tidak banyak yang diketahui mengenai situs ini.

Menilik letaknya sejalan dengan jalur pendakian ke Gunung Argopuro dan keberadaan situs lain yang lebih besar dan penting bernama Rengganis di dekat puncak gunung tersebut, maka patut diduga Batu Tangga ini merupakan bagian dari suatu sistem pemujaan yang dianut nenek moyang.




Kunjungan Junghuhn pada tahun 1844, Zollinger (1846) dan Verbeek (1891) ke Gunung Argopuro dan Hyang memberi informasi peninggalan di Rengganis yang memiliki ciri-ciri keagamaan Hindu ini. Situs Rengganis yang menyerupai punden berundak dan ditata menghadap ke timur berada pada ketinggian 3.040 meter di atas permukaan laut, menjadikannya peninggalan Hindu tertinggi di Jawa.
Berbeda dengan Rengganis, situs Batu Tangga lebih sederhana.

Situs ini terletak di tepi jalan, pada sisi sebuah bukit kecil (schloss) di mana ada dua batu memanjang dipahat dengan anak-anak tangga. Kedua batu itu disusun berjenjang menghadap ke arah timur. 

Diduga tangga ini merupakan bagian dari sebuah punden berundak dengan bukit kecil tadi sebagai puncaknya.

Meskipun penelitian yang dipublikasikan Heekeren (1958) dan Prasetyo (1999) terkait kekunoan di bagian timur Jawa, tidak menyebut secara khusus keberadaan Situs Batu Tangga, namun dari perkiraan usia konstruksi megalitik sekitar Bondowoso dan Situbondo, maka peninggalan ini diduga berasal dari rentang abad ke 12 sampai 15 Masehi.

Artinya, tradisi megalitik di Jawa Timur berkembang justru di saat agama Hindu-Siwa berkembang maju. Menurut Steimer (2018) ini adalah respon psikologis dari masyarakat petani di Jawa atas menguatnya kuasa agama di dalam negara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arca Ganesha di Karangkates: Pertarungan Kebijakan Pengetahuan dan Keliaran Manusia

Solo Valleiwerken: Mega Proyek Zaman Hindia Belanda

Antonio Mario Blanco dan Ni Ronji