Rawa Pening di Ambarawa

Pemandangan dari bukit menggambarkan keindahan alami dari Cekungan Ambarawa.

Berjumpa kembali dengan Rawapening setelah sekian lama tak bersua. Rawa seluas hampir 27 km-persegi ini (2018) adalah bagian dari sebuah dataran bernama Cekungan Ambarawa. Alkisah, Bemmelen (1949) menyakini Rawapening berada pada suatu patahan purba di Jawa.

Cekungan Ambarawa di mana Rawapening berada diapit kompleks berapi Gunung Ungaran, Soropati/Telomoyo, Merbabu dan Merapi. Pada masa kini hanya Merapi yang masih aktif.

Legenda setempat menyebut Rawapening ini timbul karena menyemburnya air dari sebatang lidi yang dicabut Bagus Klinting, anak dari Endang Sawitri dan Ki Hajar Salokantara yang berwujud seekor naga. Kisah rakyat ini tentu tak bersesuaian dengan fakta geologis.

Secara geologis, Rawapening adalah bagian dari sebuah danau purba akibat longsornya kubah Gunung Soropati/Telomoyo, sehingga terbendungnya aliran permukaan di daerah ini. Keruntuhan kubah gunung ini juga menyebabkan sedimentasi selama ratusan ribu tahun yang menghasilkan Cekungan Ambarawa.

Alhasil, Rawapening secara arkeologis adakah saksi perubahan alam yang penting. Penelitian Sèmah et al. (2004) terhadap hasil pengeboran sedimen di rawa itu menunjukkan menunjukkan ini. Ilmu palynology membuka fakta bagaimana dalam 28.000 tahun terakhir perubahan iklim dan vegetasi terekam dalam lapisan sedimen Rawapening yang berhasil diambil melalui pengeboran sedalam 30 meter.

Hari ini, Rawapening menjadi salah satu danau yang mendapat perhatian banyak pihak. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia sedang melakukan pembersihan intensif dari gulma air semacam enceng gondok (Eichornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arca Ganesha di Karangkates: Pertarungan Kebijakan Pengetahuan dan Keliaran Manusia

Solo Valleiwerken: Mega Proyek Zaman Hindia Belanda

Antonio Mario Blanco dan Ni Ronji