Pecok: Perkawinan Bahasa Belanda dan Bahasa Indonesia

Bahasa Pecok (juga dieja sebagai Petjoh) adalah sejenis bahasa campuran (creole) yang banyak digunakan oleh kalangan Eropa dan campuran Eropa-Indonesia pada zaman Hindia Belanda abad ke 19 sampai pertengahan abad ke 20.

Bahasa Pecok sebenarnya merupakan campuran dari berbagai kosa kata Belanda yang mendapat pengaruh kuat dari bahasa Melayu dan Jawa. Penuturnya kebanyakan tinggal di Jawa pada masa lampau.

Di Indonesia, zaman sekarang bahasa ini praktis sudah tidak dituturkan lagi.  Namun kadang-kadang masih ada yang mencoba menirukannya, khususnya pada drama-drama mengenang revolusi kemerdekaan – biasanya sebagai bahasa yang diucapkan para serdadu Belanda.

“Hai jongos, lekas kassie aijer ke sini …” (Hai pelayan, cepat ambilkan air) atau “Kalo kowe tak bicara, geen ampoen meer …” (Kalau kamu tidak mengaku, tiada ampun lagi), atau “Je lach je kripoet …” (Kamu akan tertawa ‘sampai keriput’).

Di luar itu, bahasa Belanda dapat dirasakan dalam berbagai kata serapan yang kemudian menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Kabarnya, ada sekitar 5.000 diksi  Belanda yang masuk kamus bahasa Indonesia.

Misalnya: benzene (bensin), koffer (koper), koelkas (kulkas), hand-doek (handuk), kaartjes( karcis), reparatie (reparasi), fotomodel (model foto), termos, giro, jas, kabinet, kanker, gratis, bom, debat, drama, fabel, wortel, onkosten (ongkos), kantoor (kantor) atau bureau (biro).

Juga kata ik (saya) dan jij (kamu), yang sekarang dipakai kaum waria. Kata lain seperti knalpot, bekleding (penyelubungan tempat duduk dengan pelapis lain), vermaak (permak), afdruk (cetak), kroket, loket, masker, matras, rekening, om, tante, veneer dan wastafel.  Masih banyak lagi.

Bahasa Jawa tak ketinggalan menyerap: spoor (menjadi sepur) dan fietsen (pit). Bahkan ada yang mengatakan bahwa kata gedang (Jawa: pi­sang) berasal  dari ucapan tentara Belanda  di masa penjajahan yang kelaparan; setelah di tolong penduduk setempat dengan pemberian buah dia menyatakan syukur: ”God dank” (terima kasih, Tuhan).

Sebuah kampung di Jogja diberi nama Klitren, asalnya dari kata: kuli dan trein.  Arti trein adalah kereta api.  Jadi, ini disebut kampung para buruh kereta api.  Memang letak kampung ini dekat Stasiun Kereta Api Lempuyangan.

Sebaliknya ada ratusan kata Indonesia di negeri Belanda. Sebagian besar kata-kata itu berhubungan dengan makanan. Simak saja: pedes, ajam ketjap, kroepoek, nasi goreng, sambel, serundeng, sate. Sambal pun bermacam-macam: sambel batjak, sambel trasi, sambel oeloek.  Semuanya masih memakai penulisan van Ophuyssen.

Bahasa Indonesia adalah sebuah keragaman.  Bersyukurlah, kita bangsa yang ragam, juga dalam berbahasa.

Raymond Valiant (2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arca Ganesha di Karangkates: Pertarungan Kebijakan Pengetahuan dan Keliaran Manusia

Solo Valleiwerken: Mega Proyek Zaman Hindia Belanda

Antonio Mario Blanco dan Ni Ronji